~/blog
~/blog$ render faiz.blog.anti-kritik-menuntun-bangsa-ini-menuju-kehancuran

Anti-Kritik Menuntun Bangsa ini Menuju Kehancuran

Monday, 19 January 2015 15:22:19 WIB | tags: thought | 688 hits | 0 comment(s)

Coba maneh mention siapapun tokoh terkenal di twitter dengan isi tweet mengkritik. Kalau dibales (bahkan dengan balasan ‘sopan’ oleh tokoh tersebut sekalipun) aing jamin banyak mention tertuju ke akun anda berisi cemoohan dari followers tokoh tersebut. Walaupun maneh menggunakan kritik yang logis dan bermanfaat. Mungkin sudah jadi budaya orang Indonesia, apa yang dia ketahui pertama itu yang benar. Jadi kalau ada sumber info lain yang berbeda dari pengetahuan orang tersebut berarti salah. Kalau kata psikolog di film 22 Jumpstreet sih namanya "Embedded". Sudah jadi budaya orang Indonesia juga menganggap kritik itu berarti pelecehan dan pencemaran nama baik. Mungkin itu sebabnya masih banyak orang yang belum siap menerima kritik (sekalipun bermanfaat).
Padahal kritik adalah sumber penting dan mahal yang bisa dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan. Kritik sendiri dalam wikipedia dituliskan “masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.”. Jika mengacu pada definisi dari wikipedia, sudah jelas bahwa tujuan dari kritik sendiri adalah untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Berarti sudah jelas sangat bermanfaat, kan?
Aing pernah membahas hal semacam ini di postingan ‘Mulutmu Harimau Kerempengmu’, dan mungkin ada sedikit kontradiksi antara tulisan di postingan itu dan ini. Sedikit meluruskan, di postingan itu aing tulis kalau kritik yang tanpa dasar yang tidak pantas dilontarkan, bukan tidak boleh mengkritik. “Diam itu Emas, tetapi Berbicara yang Benar lebih baik dari Emas” mungkin jadi penganalogian yang cocok buat kasus ini.

Mengkritiklah dengan bahasa yang sopan. Kalau anda berkritik tapi pakai bahasa yang nggak sopan jatuhnya kayak bukan kritik tapi menghina. Bahasa yang nggak sopan adalah salah satu pemicu emosinya pihak yang ter-kritik sehingga kritik yang anda sampaikan malah tidak sampai ke dia (meskipun inti dari kritiknya sendiri harus diambil oleh pihak yang ter-kritik).
Ada lagi yang penting, bedakan “apa yang belum anda tahu” dan “yang anda tahu tapi buruk”. Ini juga salah satu pemicu emosinya pihak ter-kritik. Cukup banyak juga orang yang mengeluh dan mengkritik tentang sesuatu yang belum terjadi (padahal sudah direncanakan oleh pihak ter-kritik). Ambil contoh yang paling hangat, kasus trotoar granit di Kota Bandung yang menimbulkan protes dari karena trotoar tersebut tidak difable friendly, padahal trotoar tersebut selesai dikerjakan saja belum, tetapi sudah dijustifikasi ini itu. Faktanya, trotoar tersebut sudah dirancang untuk kaum difabel, salah satunya pemasangan guilding block pada trotoar tersebut.

 

https://pbs.twimg.com/media/B7tF3hhCUAAtVnF.jpg

sumber gambar : twitter dbmpkotabandung

Nah, karena tidak adanya bahan granit yang sudah terpasang guilding block dari sononya, maka guilding block akan dipasang terpisah setelah pengerjaan trotoar selesai. Ini jadi salah satu contoh konkret tentang ketidaktahuan yang berujung kritik tanpa dasar (meskipun kritik tentang difable friendly ini tidak hanya tentang trotoar tapi juga tentang shelter TMB, tetapi permasalahan trotoar ini cukup menarik perhatian juga). Nah, untuk kasus semacam ini lebih baik bukan mengkritik dan menjustifikasi, tetapi dengan cara bertanya. Misalnya dengan “Apakah trotoar ini mendukung kaum difabel?”, “Apakah trotoar ini akan menggunakan guiding block saat selesai dikerjakan?”, nah pertanyaan semacam ini lebih nyaman dicerna dibanding kritik tanpa dasar.

Bedakan juga kritik dengan kecaman, kalau objek ter-kritik sudah di kritik berkali-kali dikritik tetap tidak ada tanggapan atau kesalahan yang dilakukannya fatal dan membahayakan hajat hidup orang banyak dapat langsung dikecam.
Jadi mengkritiklah, jika anda punya dasar dan argumen. Perjuangkan argumennya, tapi jika pada akhirnya anda sadar argumen anda salah jangan malu untuk mengaku salah, jangan kekeuh memaksakan argumen anda. Terima argumen lawan anda yang terbukti benar. Seperti kata Kang Emil, “Kritik itu seperti Obat, pahit tapi harus diminum jika ingin sembuh.”.

*judul diadaptasi dari lirik lagu Koil, Kenyataan Dalam Dunia Fantasi

 

Comments

Be the first to comment!

Give Comments









* required fields

Sending comment...

~/blog$ shortcuts: > Notes and > Faiz?